BENPARK - Pernahkah kamu mendengar nama "Tuntong Laut". Apakah itu? Apa jenis hewan itu? Tuntong Laut adalah salah satu jenis kura-kura semi-air yang berasal dari Indonesia. Kura-kura ini jarang terlihat di habitat alaminya maupun di tokoh-tokoh. Karena memang jumlah populasinya yang sedikit.

Tuntong Laut

Ok, ternyata kura-kura Tuntong Laut juga dikenal dengan beberapa nama lain seperti Beluku (disebut oleh orang Sumatera), Tuntong Semangka, Tuntung, Tum-Tum (disebut oleh orang Kalimantan Timur), dan kura-kura Jidat Merah (disebut oleh orang Kalimantan Barat).


Kura-kura ini bisa dikatakan cukup istimewa. Dari mana asal keunikan ini? Penasaran? simak sampai akhir ya:


Klasifikasi Ilmiah


Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Testudines
Subordo : Cryptodira
Famili : Geoemydidae
Genus : Batagur
Spesies : B. borneoensis
Nama Latin/Ilmiah : Batagur borneoensis


Bentuk Fisik

Tuntong Laut

Tempurung Tuntong Laut memiliki bentuk yang mirip dengan tempurung kura-kura semiaquatic lainnya. Tuntong Laut dibantu oleh tempurungnya yang rata dan berlubang saat berenang dan menyelam. Biasanya cangkangnya memiliki warna hijau tua, kecoklatan, dan hitam. Namun, terdapat beberapa jenis yang memiliki bercak berwarna merah, oranye, kuning, atau abu-abu.


Rahang bagian atasnya bergerigi dan dilengkapi dengan lima cakar di kaki depan, sementara kaki belakangnya memiliki empat cakar. Kerapasnya bisa tumbuh hingga 100 cm panjangnya, namun rata-rata ukurannya sekitar 50 cm.


Salah satu hal yang istimewa adalah warna kemerahan di bagian dahi-nya. Walaupun terkadang warna merahnya terlihat agak samar, kebanyakan dari mereka memiliki jidat yang jelas berwarna merah di kepala mereka. Jelaslah bahwa warna merah pada jidatnya memiliki daya tarik yang unik.


Penyebaran wilayah


Tuntong Laut dapat ditemukan di beberapa wilayah Indonesia, terutama di Sumatera dan Kalimantan. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga dapat ditemui di luar negeri seperti di Thailand dan Malaysia.


Makanan

Tuntong Laut

Perlu kamu ketahui bahwa Tuntong Laut adalah kura-kura yang menyukai tumbuhan dan makanan liar yang biasa tumbuh di tepi sungai. Ia gemar sekali makan daun, tunas, buah mangrove dan tumbuhan liar. Tumbuhan yang tumbuh di sepanjang sungai merupakan makanan utama bagi Tuntong Laut.


Tidak sama seperti di alam, situasinya juga tidak sama di tempat penangkaran. Ketika berada di penangkaran, Tuntong Laut secara teratur diberi ragam jenis sayuran seperti bayam, sayur kubis, sawi, dan juga enceng gondok sebagai makanan.


Tuntong Laut sedang mengalami satu hal yang mengkhawatirkan. Sungguh memprihatinkan ketika kura-kura terkadang menyantap limbah dapur yang dibuang oleh warga desa ke sungai. Perhatian terhadap hal ini seharusnya menjadi prioritas. Mengapa demikian? Karena kita tidak ingin sampah-sampah tersebut menyebabkan kerugian bagi Tuntong Laut karena jumlah populasi hewan ini sudah terancam serius.


Tuntong Laut memiliki selera makan yang unik karena meskipun kura-kura senang mengkonsumsi buah-buahan, Tuntong Laut tidak memiliki minat sama sekali pada apel dan stroberi. Mereka lebih menyukai buah-buahan seperti mangga dan pisang.


Habitat & Karakteristik

Tuntong Laut

Tuntong Laut tinggal di hutan bakau, muara sungai, dan area sungai yang dipengaruhi oleh air pasang. Sesuai dengan namanya, hewan ini menghuni tempat-tempat tersebut. Mereka juga tinggal di daerah rawa-rawa dan sungai-sungai kecil.


Seperti spesies kura-kura semi-akuatik lainnya, Tuntong Laut menghabiskan sebagian besar waktu di dalam air, namun mereka juga suka berjemur di bawah sinar matahari pada pagi atau sore hari. Mereka begitu gembira saat mengeksplorasi kedalaman laut, meskipun memiliki ukuran tubuh yang cukup besar untuk kura-kura.


Temperamen

Tuntong Laut

Karakter Tuntong Laut dapat dianggap sebagai tenang. Kura-kura ini sangat ramah dan bisa berinteraksi dengan manusia, bahkan anak-anak kecil sekalipun dapat bermain dengannya. Tuntong laut justru seringkali akan menghindar jika merasa terganggu. Atau setidaknya mereka akan mencoba untuk memasukkan kepalanya ke dalam cangkang mereka.


Reproduksi

Tuntong Laut

Ketika musim kawin tiba, kura-kura ini melakukan perpindahan. Lalu, seperti halnya penyu laut lainnya, Tuntong Laut menyelinap ke pantai untuk bertelur di pasir. Seekor hewan ini akan meletakkan telur sebanyak 12 hingga 22 butir dalam satu proses bertelur.


Catatan khusus

Tuntong Laut

Meskipun memiliki bentuk tubuh yang unik dan menggemaskan, kura-kura ini tetap rentan terhadap bahaya di habitat alaminya. Tepatnya, populasi Tuntong Laut mengalami masalah serius dalam habitat alaminya. Populasi Tuntong Laut terancam oleh beberapa faktor yang mengkhawatirkan.


Salah satunya adalah menangkap dan berburu hewan liar. Sangat disayangkan bahwa banyak warga setempat yang menangkap Tuntong Laut dan kemudian menjual telurnya di pasar lokal. Sangat disayangkan bahwa sosialisasi terkait pelestarian Tuntong Laut sangat kurang di masyarakat.


Tidak hanya itu, ada masalah lain yang juga harus diatasi, yaitu kerusakan hutan bakau. Masalah ini memang sangat penting karena hutan bakau merupakan tempat tinggal bagi Tuntong Laut. Buah yang jatuh dari pohon barembang (Sonneratia caseolaris) adalah makanan utama yang sangat penting bagi Tuntong Laut. Kerusakan hutan bakau pasti akan berdampak pada pasokan makanan mereka.


Maka, karena itu, Tuntong Laut telah dimasukkan ke dalam kategori kritis (CR, Critically Endangered) oleh IUCN (International Union for the Conservation of Nature). Beruntung, pemerintah Indonesia segera mengklasifikasikan Tuntong Laut sebagai spesies yang memerlukan prioritas tinggi dalam perlindungannya. Selain itu, pemerintah juga mencantumkan kura-kura dengan nama ilmiah Batagur borneoensis dalam lampiran "Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999" mengenai perlindungan satwa dan flora.


Sejak tahun 2008, Tuntong Laut telah menjadi fokus penelitian setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 8 Tahun 2008 tentang Strategi Konservasi Spesies Nasional 2008-2018. Hasil penelitian lebih lanjut tentang Tuntong Laut juga dipublikasikan dalam laporan yang diterbitkan oleh Yayasan Satucita Lestari Indonesia dan PT Pertamina pada tahun 2013.