BENPARK - Ikan Nila, yang memiliki nama ilmiah Oreochromis niloticus, merupakan salah satu primadona perikanan air tawar di Indonesia. Bahkan, Indonesia menjadi salah satu produsen terbesar di dunia setelah Tiongkok dan India. Keunggulan ikan ini terletak pada pertumbuhannya yang cepat, daya tahan tinggi terhadap penyakit, kemudahan berkembang biak, serta toleransi terhadap berbagai suhu dan kadar garam, menjadikannya favorit bagi para pembudidaya ikan.
Menariknya, popularitas ikan ini di Indonesia begitu tinggi hingga banyak yang keliru mengira bahwa ikan Nila adalah spesies asli Nusantara. Padahal, anggapan ini jauh dari kenyataan jika kita menelusuri asal-usulnya lebih dalam.
Jadi, dari mana sebenarnya ikan Nila berasal? Yuk, cari tahu lebih lanjut.
Peliharaan di kolam biasanya Nila
Jika kita sering menjelajahi grup Facebook atau media sosial lainnya, pasti tak jarang menemukan orang-orang yang memiliki kolam outdoor lebih memilih memelihara ikan Nila. Bahkan, tanpa perlu jauh-jauh mencari, lihat saja di sekitar rumah, banyak tetangga yang memiliki kolam ikan cenderung memilih Nila sebagai penghuni utamanya. Meskipun kadang bercampur dengan jenis ikan lain, Nila tetap menjadi primadona.
Selain sebagai ikan konsumsi, Nila juga cukup digemari sebagai ikan hias untuk kolam. Keunggulannya? Daya tahan luar biasa di lingkungan terbuka, perawatan yang simpel, serta kemampuannya bertahan dengan pakan minimal. Ikan ini bisa hidup dengan pelet, atau bahkan makanan alami seperti alga, menjadikannya pilihan ekonomis dengan biaya perawatan yang nyaris 0 rupiah.
Sebenarnya dari mana ikan Nila itu?
Pernahkah kamu bertanya-tanya, sebenarnya dari mana asal ikan Nila? Secara alami, ikan ini berasal dari wilayah yang cukup luas, mulai dari Suriah di utara hingga Afrika Timur, mencakup Sungai Nil di Mesir, Danau Tanganyika, Chad, Nigeria, Kongo, Liberia, hingga Kenya. Menariknya, jejak pemeliharaan ikan Nila diyakini sudah ada sejak zaman peradaban Mesir kuno, menjadikannya salah satu ikan budidaya tertua di dunia.
Awal mula ikan Nila di Indonesia
Ikan Nila pertama kali hadir di Indonesia dengan jenis Mosambica, yang dikenal luas dengan nama Mujair. Jenis ini berkembang pesat di perairan lokal, namun karena ukuran tubuhnya yang relatif kecil, perlahan-lahan ikan ini digantikan oleh jenis Nila Tilapia, baik yang berwarna hitam maupun merah. Bahkan, beberapa perusahaan mulai melakukan eksperimen dengan memelihara ikan Nila Biru untuk menghasilkan ikan Nila jantan tanpa hormon.
Pada tahun 1969, ikan Nila Hitam pertama kali diperkenalkan dan tersebar di Danau Tempe, Sulawesi Selatan. Seiring waktu, sejumlah lembaga riset mendatangkan varietas baru hasil pemuliaan, seperti GIFT3 pada tahun 1993, GIFT6 dan Chitralada pada tahun 1996, serta GET pada tahun 2003. Sayangnya, sebagian besar jenis yang didatangkan ke Indonesia adalah hasil hibridisasi yang tidak memenuhi kriteria sebagai induk unggul.
Sementara itu, ikan Nila Merah mulai masuk ke Indonesia sekitar tahun 1990-an melalui jalur Taiwan dan Singapura, dengan sumber utama berasal dari Stirling University di Inggris. Melalui percobaan genetika yang cermat, Nila Merah tercipta sebagai hasil hibrid antara ikan Nila Putih jantan dan Nila Hitam betina, menciptakan spesies dengan potensi budidaya yang lebih unggul.
Dampak bagi ekosistem Indonesia
Di berbagai wilayah Indonesia, mulai dari Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, hingga Papua, penyebaran ikan Nila ke perairan umum sering kali disebabkan oleh praktik budidaya yang kurang tepat. Ikan Nila yang dianggap sudah tidak produktif lagi sering dibuang begitu saja ke sungai atau danau, tanpa memikirkan dampaknya. Tindakan ini ternyata membuka jalan bagi Nila untuk berkembang biak di luar kendali kolam budidaya, sehingga menyebar secara tak terkendali.
Masalah ini semakin rumit dengan kurangnya pemahaman di antara pihak berwenang tentang pentingnya restocking yang benar. Banyak yang justru melepaskan ikan Nila ke perairan umum dengan harapan ikan ini dapat memberikan manfaat ekonomi bagi penduduk sekitar. Padahal, dampak jangka panjangnya sangat merugikan.
Di satu sisi, sektor pangan melihat Nila sebagai sumber protein hewani yang murah dan melimpah. Namun, dari sudut pandang konservasi, kehadiran ikan Nila justru mengancam kelestarian ikan lokal dan endemik Indonesia. Bukan hanya mengalahkan keberadaan ikan asli, Nila juga bisa menjadi pembawa penyakit bagi organisme akuatik lainnya.
Jika kita membiarkan ikan lokal dan endemik punah, kita akan kehilangan keberagaman hayati yang sangat berharga, sesuatu yang tentu tidak kita inginkan.
Bagaimana hukum dari pemerintah?
Dilansir dari Solo Pos, pada tanggal 22 Maret 2019, pemerintah Kota Solo mendapat bantuan 810.000 benih ikan nila merah dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah (Jateng). Benih ikan langsung disebar di perairan-perairan umum Kota Bengawan. Penyebaran benih ikan itu untuk mendukung program Wong Solo Sueneng Banget Lawuh Iwak. Ini menandakan pemerintah sangat mendukung program penebaran benih ikan Nila di perairan lokal Indonesia.
Tapi perlu diingat juga ikan Nila masuk dalam daftar 10 hewan invasif di dunia yang penyebarannya merata ke seluruh benua kecuali Antartika. Di Banyak Negara seperti Brazil, Australia dan Amerika Serikat, ikan nila menjadi wabah karena populasinya yang tidak terkendali.
Bahkan di Afrika sendiri banyak negara mengeluhkan keberadaan ikan nila yang jauh meninggalkan habitat asalnya dan menjadi inavsif diwilayah baru. Di Indonesia ikan Nila didatangkan dari Taiwan pada tahun 1960-an dengan harapan mampu menjadi komoditas baru perikanan air tawar. Tetapi dalam perjalanannya ikan Nila menyebar ke berbagai wilayah Indonesia secara tidak terkontrol dan berubah menjadi spesies invasif.
Meski sebenarnya hal ini bisa dikaitkan dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41/PERMEN-KP/2014 tentang Larangan Pemasukan Jenis Ikan Berbahaya dari Luar Negeri ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia.
Tapi di sisi lain, mungkin bisa jadi pemerintah menyediakan tempat khusus supaya ikan Nila ini menjadi bermanfaat dari sisi ekonomi dan sosial. Mengingat ikan Nila yang bisa dijadikan konsumsi masyarakat sehingga memiliki nilai tambah tersendiri.
Tindakan yang bisa dilakukan sebagai penghobi
Sebagai seorang penghobi ikan, kita memiliki tanggung jawab besar untuk merawat ikan Nila dengan baik. Salah satu hal penting yang perlu kita ingat adalah jangan sembarangan melepas ikan Nila ke perairan lokal Indonesia. Meskipun pemerintah terkadang melepaskan benih ikan Nila dengan tujuan tertentu, seperti untuk restocking atau keperluan lainnya, kita sebagai individu harus lebih berhati-hati.
Inilah fakta penting yang harus kita pahami yakni ikan Nila sebenarnya bukan berasal dari Indonesia, melainkan dari Afrika. Sudah mulai tercerahkan? Mengerti betapa pentingnya kita menjaga keseimbangan ekosistem perairan lokal dengan bijak?